LAPORAN
PENJUALAN
1. Pelaksanaan
pengendalian penjualan
Pada dasarnya
pengendalian berarti mengadakan tindak lanjut yang segera terhadap kondisi yang
tidak memuaskan, sebelum berkembang menjadi kerugian yang besar. Dalam
perusahaan kecil pemilik atau manajer dapat melakukan pengendalian yang segera
terhadap penjulan dengan cara meneliti order-order yang diterima dan lain-lain.
Sedangkan dalam perusahaan yang lebih besar, kontak perorangan tersebut harus
dilengkapi dengan laopran-laporan yang menunjukan kondisi dan tendensi pada
masa sekarang dan juga prestasi pelaksanaan yang sedang berjalan pada saat
sekarang.
2. Sifat
dan isi laporan penjualan
Controller
harus mengembangkan laporan-laporan untuk memenuhi bemacam-macam kebutuhan.
Penggunaan grafik, bagan dan ikhtisar akan sangat meningkatkan komunikasi data
penjualan kepada pimpinan penjualan. Sering suatu laopran yang menceritakan
issue-issue atau masalah penting merupakan alat yang paling efektif. Tergantung
pada keseriusan problema, atau bilamana tindakan-tindakan pokok sedang
direkomendasikan , maka dapatlah diatur suatu pertemuan. Tergantung pada
controller untuk menjamin, bahwa informasi yang disediakannya dapat dimengerti
dan dapat digunakan secara wajar.
Hal-hal
yang dapat dimasukan dalam suatu laporan penjualan mencakup bidang yang luas.
Laporan tersebut meliputi:
v Pelaksanaan
penjulan yang sebenarnya, dengan angka-angka bulan berjalan dan sampai bulan
dua tahun berjalan.
v Penjulan
yang dianggarkan untuk perioda berjalan dan sampai dengan periode berjalan.
v Perbandingan
penjualan yang sebenarnya dari perusahaan dengan angka-angka dalam jenis
industry yang bersangkutan, meliputi presentase dari total.
v Analisa
penyimpangan (variances) antara penjualan yang sebenarnya dengan yang
dianggarkan dan sebab-sebab terjadinya penyimpangan.
v Hubungan-hubungan
antara penjualan dan biaya, misalnya biaya per order yang diterima.
v Standar
penjualan perbandingan penjualan yang sebenarnya dengan quota per salesman.
v Data
harga jual per unit.
v Data
laba kotor.
3.
Ciri-ciri ilustratif dan frekuensi
laporan penjualan
Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya, isi laporan penjualan harus berbeda-beda sesuai
dengan keperluan dan personalitas pemakai. Laporan kepada direktur utama dan
eksekutif tertinggi penjualan, harus menyajikan pandangan secara menyeluruh
dalam bentuk ikhtisar. Suatu perbandingan yang sederhan antara penjualan yang
sebenarnya dengan yang direncanakan untuk setiap lini produk.
Frekuensi
dari setiap laporan penjualan akan tergantung pada kebutuhan masing-masing
eksekutif atau anggota stafnya, apakah itu per minggu, bulan, atau per tahun.
Sebagai contoh pimpinan tertinggi atau pimpinan umum penjualan mungkin
menginginkan laporan penjualan harian, order yang diterima, dan order yang
masih ada ditangan, atau cukup dengan stu laporan per minggu atau diperlukan suatu laporan harian dalam
masa kritis dan cukup dengan laporan yang lebih lambat frekuensinya dalam masa
biasa.
HARGA DAN CONTROLLER
1. Biaya
sebagai dasar penetapan harga
Terdapat tendensi yang
kuat untuk menganggap remeh, atau memandang terlalu tinggi arti biaya sebagai
suatu factor dalam penetapan harga. Sering terdengar pernyataan bahwa harga
didasarkan pada persaingan. Kurang sering terdengar pernyataan bahwa harga
didasarkan pada harga pokok. Tentunya kadang-kadang pernyataan tersebut berlaku
akan tetapi jarang harga pokok dapat diabaikan sama sekali.
Jelas bahwa melalui
suatu periode yang panjang tidak ada perusahaan yang dapat terus-menerus
menjual produknya dengan harga dibawah harga pokoknya. Selanjutnya diakui
sebagai kondisi yang sangat diinginkan, bahwa harus diperoleh laba dari setiap
produk dalam setiap daerah dan setiap pelanggan. Walaupun ini tidak selalu
dapat dipraktekan, semakin dekat kondisi-kondisi tersebut, maka semakin
terjamin adanya laba bersih. Jadi adalah jelas bahwa rinformasi yang lengkap
mengenai biaya yang mutlak diperlukan. Ringkasnya, biaya dapat dipandang
sebagai titik tolak dalam penerapan harga produk dan peranan yang dapat
dimainkan oleh factor biaya tergantung pada keadaan.
Lalu timbul pertanyaan
“jenis harga pokok apakah yang diperlukan?” untuk tujuan –tujuan yang berbeda
diperlukan jenis harga pokok yang berbeda. Jenis harga poko yang satu mungkin
berguna untuk keperluan jangka pendek dan jenis yang lain lagi diperlukan untuk
keperluan jangka panjang. Untuk penetapan harga controller diharapkan menyadari
berbagai metode perhitungan harga pokok dan keterbatasan dari masing-masing
metode, memilih konsep yang paling sesuai dengan tujuan yang sedang dihadapi.
a.
Metode biaya total (full cost)
Dalam
metode ini, mula-mula ditentukan harga pokok dari suatu produk, lalu
ditambahkan laba yang diinginkan. Margin laba tersebut biasanya dinyatakan
sebagai suatu presentase dari harga pokok ataupun dari harga jual. Sebagai
contoh harga jual yang diusulkan dapat dihitung sebagai berikut:
Harga pokok
Per unit dan
Harga jual
Produk A produk B
Biaya
dan ongkos/beban
Bahan
baku Rp
10.000 Rp 3.000
Upah
langsung 4.000 8.000
BOP 6.000 12.000
Jumlah biaya produksi 20.000 23.000
Biaya
penelitian pengembangan 2.000 2.300
Biaya
penjualan dan periklanan 4.000 4.600
Biaya Adm umum 600 1.200
Total biaya 26.600 31.100
Margin laba (25% dari
total biaya) 6.650 7.780
Haga
jual yang diusulkan Rp 33.250
Rp 38.880
Dalam
ilustrasi ini, biaya dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan markup untuk
laba dan juga sebagi dasar untuk pembebanan setiap tingkat biaya non-produksi.
Sebagai alternative, setiap unsure biaya dapat dihitung dalam hubungan dengan
harga jual yang diusulkan. Jadi, laba dapat dinyatakan sebagai suatu presentase
dari harga jual, begitu juga dengan pembebanan biaya-biaya lain.
v Kelebihan:
sederhana dan mendasarkan harga jula pada semua biaya yang diperkirakan akan
terjadi.
v Kelemahan
-
Tidak dapat membedakan out-put-pocket
dengan total cost.
-
Tidak mengenal ketidak mampuan dari
semua produk untuk menghasilkan tingkat laba yang sama.
-
Tidak mengenal potensi laba optimum.
-
Metode perhitungan ini cenderung
mendorong penggunaan suatu presentase tetap untuk pembebanan biaya overhead
dengan tidak memperhatikan factor volume.
b.
Metode biaya marginal atau biaya
langsung (marginal cost method)
Cara
pendekatan biaya marginal mengenal apa yang dinamakan incremental atau marginal
cost dariproduk. Ini merupakan biaya-biaya yang langsung berkaitan dengan
produk yang tidak akan terjadi jika produk tidak dihasilkan atau dijual.
Penggunaan prinsip ini pada produk A dan B yang telah diuraikan dalam metode
full cost akan menghasilkan suatu gambaran sebagai berikut.
Harga pokok
Per unit dan
Harga jual
Produk A produk B
Bahan
baku Rp 10.000
Rp
3.000
Upah
langsung 4.000 8.000
BOP
variable 1.500 2.000
Biaya
penjualan variable 1.500 1.900
Biaya Adm umum variable 300
400
Total
biaya variable/incremental 17.300 15.300
Biaya
tetap yang langsung dibebankan ke produk 2.500 3.100
Total biaya langsung 19.800
18.400
Dalam tabulasi diatas biaya
incremental telah dipisahkan dari biaya yang bersifat tetap, dan biaya langsung
ini telah diidentifikasikan secara terpisah dari biaya alokasi yang bersifat
tetap.
Apabila produk harus dijual seharga
biaya incremental atau dibawahnya, maka perusahaan tidak akan memperoleh laba
yang lebih kecil, atau malahan mungkin lebih tinggi dengan tidak memproduksi
dan menjual produk dengan harga seperti itu. Tentunya pertimbangan penuh harus
diberikan terhadap laba sebenarnya yang dihasilkan, yaitu dengan memperhatikan
penjualan produk-produk lain kepada pelanggan yang bersangkutan jika penarikan
sesuatu produk pada kenyataannya akan menyebabkan hilangnya penjulan
produk-produk lain. Ditinjau dari segi pandangan jangka panjang, harga paling
rendah yang akan dibebankan adalah harga yang dapat menutupi semua biaya
langsung, dan agar perusahaan dapat melanjutkan usahanya untuk jangka waktu
yang panjang, maka semua biaya harus dapat tertutup.
Penggunaan biaya marginal adalah
hannya untuk keputusan jangka pendek saja. Bahaya terbesar adalah adanya
tendensi untuk memperoleh volume penjualan yang semakin besar atas dasar
pertambahan (incremental), dengan akibat yang merugikan dalam pasar dan bagian
yang besar dari penjualan menurun bagiannya yang wajar dari biaya total.
c.
Metode rasio pengembalian atas harta
yang digunakan
Ditinjau
dari segi laba, metode perhitungan harga pokok yang paling diinginkan adalah
metode yang dapat memaksimalisasikan hasil pengembalian atas harta total yang
dipergunakan. Suatu formula dibawah ini dapat digunakan untuk menghitung harga
jual yang diperlukan untuk menghasilkan suatu pengembalian (return) yang
direncanakan atas investasi:
biaya + (% pengembalian yang diinginkan x
aktiva tetap)
harga Volume penjualan per
tahun (dalam unit)
Per =
Unit
1 – (% pengembalian yang diinginkan)
(harta
variable yg dinyatakan sbg % dari vol. penjualan)
Dengan
menggunakan beberapa asumsi, suatu harga per unit untuk produk A dapat dihitung
sebagai berikut:
Rp 2.660.000 + (0,20 x
Rp 300.000) Rp 2.720.000/100.000 unit
100.000
=
1 – 0,06
1 – (0,20 x 0,30)
= 27.200
0,94
=
Rp 28.936
Pembuktiaanya
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pendapatan
dan biaya
Penjualan ( 100.000 unit @ Rp
28.936) Rp
2.893.600
Biaya 2.660.000
Laba sebelum pajak 233.600
Harta
yang dipergunakan
Variable (30% dari Rp 2.893.600) Rp 868.080
Tetap 300.000
Jumlah harta yang
digunakan 1. 168.080
20%
penngembalian atas harta yang digunakan
Sebesar Rp 1.168.080 Rp
233.600
Contoh
diatas dimaksudkan untuk menunjukan metode penetapan harga jual per unit yang
dapat memberikan suatu pengembalian (return) yang direncanakan atau yang
ditargetkan atas investasi.
2. Segi
lain dari biaya untuk tujuan penetapan harga
Konsep lain yang
berguna dalam penetapan harga dinamakan “convertion cost theory of value”, inti
dari pandangan ini ialah bahwa laba harus diperoleh sepadan dengan usaha dan
resiko yang melekat dalam mengkonversikan bahan baku yang menjadi produk.
Sebagai contoh jika suatu produk sebagian besar terdiri dari bagian-bagian yang
siap dirakit, sedangkan produk lain memerlukan pengolahan yang ekstensif dalam
fasilitas yang mahal, dalam hal ini apabila diperlakukan markup yang sama untuk
setiap produk, maka akan terjadi harga yang terlalu tinggi bagi barang
perakitan dan harga terlalu rendah bagi barang ekstensif. Oleh karena itu perlu
dikenal perbedaan-perbedaan dalam jenis biaya.
Misalkan berikut ini
adalah suatu masalah khas dalam penerapan harga dan perencanaan laba:
v Lini
produk R terdiri dari produk-produk dengan isi bahan yang berbeda-beda.
v Harta
yang dipergunakan untuk lini produk tersebut berjumlah Rp 24.000.000.000
(jumlah harga perolehan)
v Manajemen
menginginkan tingkat pengembalian 20% sebelum pajak atas harta yang
dipergunakan.
v Data
laba yang berhubungan adalah sebagai berikut:
-
Period (fixed continuing) expenses Rp
6.000.000.000
-
Rasio laba terhadap volume atau
contribution margin ratio (P/V ratio) 30%
-
Bahan baku dan biaya konversi berbanding
rata-rata 4 terhadap 3
-
Perputaran bahan 2 kali dalam setahun.
Berdasarkan dasar patokan tersebut akan
dihitung hal-hal berikut:
1.
Volume penjualan yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat pengembalian yang diinginkan
2.
Markup yang akan diterapkan pada setipa
factor biaya langsung dalam lini produk.
Penjualan
bersih dan biaya seluruhnya per unsure dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut:
Laba
operasi yang diperlukan (20% dari 24.000.000.000) Rp 4.800.000.000
Tambahan biaya periode
atau biaya tetap 6.000.000.000
Margin yang diperlukan
diatas biaya langsung 10.800.000.000
Penjualan
yang diperlukan ( 10.800.000.000 : 30%) 36.000.000.000
Margin ( 10.800.000.000)
Biaya langsung 25.200.000.000
Dipisahkan menurut ratio
Bahan
baku 14.400.000.000
Konversi 10.800.000.000
25.200.000.000
Karena
perputaran bahan baku dua kali per tahun, maka investasi bahan adalah sebesar
Rp 7.200.000.000 ( 14.400.000.000 : 2). 20% dari angka ini adalah sebesar Rp
1.440.000.000. oleh karena itu factor tambahan adalah 10% (Rp 1.440.000.000 :
Rp 14.400.000.000) dan porsi penjualan yang diperlukan untuk memberikan return
20% adalah Rp 15.480.000.000 ( Rp 14.400.000.000 + 1.440.000.000).
Factor
additive/tambahan atas biaya konversi dapat ditetapkan dengan metode selisih
sebagai berikut:
Laba
total yang diperlukan Rp
36.000.000.000
Bahan langsung dan
tambahan laba (Rp 15.840.000.000)
Saldo
yang disebabkan oleh factor konversi Rp 20.160.000.000
Dengan
demikian markup konversi adalah sebesar 1,867 (Rp 20.160.000.000 : Rp
10.800.000.000).
Penetapan
harga produk merupakan persoalan rumit dan mencakup evaluasi terhadap banyak
variable. Adalah menjadi tugas controller untuk menyediakan semua fakta yang
berhubungan guna pertimbangan manajemen. Berbagai metode perhitungan harga
pokok harus dipertimbangkan dan metode yang paling cocok dipergunakan dalam
perusahaan tertentu akan ditetapkan sesuai keadaan. Disamping biaya-biaya yang
berhubungan, factor-faktor lain dalam penetapan harga yang dapat diikhtisarkan
untuk ditelaah oleh manajemen adalah sebagai berikut:
1.
Pengembalian atas modal yang
diinvestasikan
2.
Harta yang dipergunakan dan
perputarannya
3.
Presentase kapasitas pabrik yang
digunakan
4.
Presentase lini produk untuk setiap
produk
5.
Presentase pasar
6.
Penetapan harga dari pesaing dan
presentase dari pasar
7.
Margin diatas biaya langsung.
Ditinjau
dari segi pengendalian, maka suatu tanggungjawab pokok dari controller adalah
berpartisipasi secara aktif dalam fungsi penetapan harga pokok dan harga.